Rabu, 01 Juli 2015

Tugas 4 Akuntansi Internasional (IFRS)

Diposting oleh Unknown di 04.38 1 komentar
Deskripsikan Tahapan Sampai Mengacu menggunakan IFRS 

Sejarah, perkembangan, dan pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia

Berikut adalah perkembangan standar akuntansi Indonesia mulai dari awal sampai dengan saat ini yang menuju konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008).

o    di Indonesia selama dalam penjajahan Belanda, tidak ada standar Akuntansi yang dipakai. Indonesia memakai standar (Sound Business Practices) gaya Belanda.
o    sampai Thn. 1955 : Indonesia belum mempunyai undang – undang resmi / peraturan tentang standar keuangan.
o    Tahun. 1974 : Indonesia mengikuti standar Akuntansi Amerika yang dibuat oleh IAI yang disebut dengan prinsip Akuntansi.
o    Tahun. 1984 : Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan menjadi standar Akuntansi.
o    Akhir Tahun 1984 : Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti standar yang bersumber dari IASC (International Accounting Standart Committee)
o    Sejak Tahun. 1994 : IAI sudah committed mengikuti IASC / IFRS.
o    Tahun 2008 : diharapkan perbedaan PSAK dengan IFRS akan dapat diselesaikan.
o    Tahun. 2012 : Ikut IFRS sepenuhnya?

 Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Saat ini standar akuntansi keuangan nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB (International Accounting Standards Board. Oleh karena itu, arah penyusunan dan pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut.
Untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual. 
Revisi terbaru PSAK yang mengacu pada IFRS
Sejak Desember 2006 sampai dengan pertengahan tahun 2007 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah merevisi dan mengesahkan lima Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Revisi tersebut dilakukan dalam rangka konvergensi dengan International Accounting Standards (IAS) dan International financial reporting standards (IFRS). 5 butir PSAK yang telah direvisi tersebut antara lain: PSAK No. 13, No. 16, No. 30 (ketiganya revisi tahun 2007, yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2008), PSAK No. 50 dan No. 55 (keduanya revisi tahun 2006 yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009). 

1.      PSAK No. 13 (revisi 2007) tentang Properti Investasi yang menggantikan PSAK No. 13 tentang Akuntansi untuk Investasi (disahkan 1994), 
2.      PSAK No. 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap yang menggantikan PSAK 16 (1994) : Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain dan PSAK 17 (1994) Akuntansi Penyusutan, 
3.      PSAK No. 30 (revisi 2007) tentang Sewa menggantikan PSAK 30 (1994) tentang Sewa Guna Usaha.
4.      PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Investasi Efek Tertentu 
5.      PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.

Kelima PSAK tersebut dalam revisi terakhirnya sebagian besar sudah mengacu ke IAS/IFRS, walaupun terdapat sedikit perbedaan terkait dengan belum diadopsinya PSAK lain yang terkait dengan kelima PSAK tersebut. Dengan adanya penyempurnaan dan pengembangan PSAK secara berkelanjutan dari tahun ke tahun, saat ini terdapat tiga PSAK yang pengaturannya sudah disatukan dengan PSAK terkait yang terbaru sehingga nomor PSAK tersebut tidak berlaku lagi, yaitu :
1.      PSAK No. 9 (Revisi 1994) tentang Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 1 (Revisi 1998) tentang Penyajian Laporan Keuangan;
2.      PSAK No. 17 (Revisi 1994) tentang Akuntansi Penyusutan pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap; 
3.      PSAK No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan (1994) pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 19 (Revisi 2000) tentang Aset Tidak Berwujud. 

PSAK yang sedang dalam proses revisi
Ikatan Akuntan Indonesia merencanakan untuk konvergensi dengan IFRS mulai tahun 2012, untuk itu Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sedang dalam proses merevisi 3 PSAK berikut (Sumber: Deloitte News Letter, 2007):
ü  PSAK 22 : Accounting for Business Combination, which is revised by reference to IFRS 3 : Business Combination;
ü  PSAK 58 : Discontinued Operations, which is revised by reference to IFRS 5 : Non-current Assets Held for Sale and Discontinued Operations; 
ü  PSAK 48 : Impairment of Assets, which is revised by reference to IAS 36 : Impairment of Assets
Berikut adalah program pengembangan standar akuntansi nasional oleh DSAK dalam rangka konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008):
o    Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK; 
o    Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS; 
o    Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik. Namun IFRS tidak wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan lokal yang tidak memiliki akuntabilitas publik. Pengembangan PSAK untuk UKM dan kebutuhan spesifik nasional didahulukan. 

Efek penerapan International Accounting Standard (IAS) terhadap Laporan Keuangan 
Beberapa penelitian di luar negeri telah dilakukan untuk menganalisa dan membuktikan efek penerapan IAS (IFRS) dalam laporan keuangan perusahaan domestik. Penelitian itu antara lain dilakukan oleh Barth, Landsman, Lang (2005), yang melakukan pengujian untuk membuktikan pengaruh Standar Akuntansi Internasional (SAI) terhadap kualitas akuntansi. Penelitian lain dilakukan oleh Marjan Petreski (2005), menguji efek adopsi SAI terhadap manajemen perusahaan dan laporan keuangan.
Hung & Subramanyan (2004) menguji efek adopsi SAI terhadap laporan keuangan perusahaan di Jerman. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa total aktiva, total kewajiban dan nilai buku ekuitas, lebih tinggi yang menerapkan IAS dibanding standar akuntansi Jerman, dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada pendapatan dan laba bersih yang didasarkan atas Standar Akuntansi Internasional dan Standar Akuntansi Jerman. Adopsi SAI juga berdampak pada rasio keuangan, antaralain rasio ROE, RAO, ATO, rasio LEV dan PM, rasio nilai buku terhadap nilai pasar ekuitas, rasio Earning to Price. 
Pricewaterhouse Coopers (2005) menyatakan bahwa perubahan standar akuntansi tersebut akan berdampak pada berbagai area antara lain: Product viability, Capital Instruments, Derivatives dan hedging, Employee benefits, fair valuations, capital allocation, leasing, segment reporting, revenue recognition, impairment reviews, deferred taxation, cash flows, disclosures, borrowing arrangements and banking covenants.

Peranan dan keuntungan harmonisasi atau adopsi IFRS sebagai standar akuntansi domestik
Keuntungan harmonisasi menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002) adalah: (1) Informasi keuangan yang dapat diperbandingkan, (2) Harmonisasi dapat menghemat waktu dan uang, (3) Mempermudah transfer informasi kepada karyawan serta mempermudah dalam melakukan training pada karyawan, (4) Meningkatkan perkembangan pasar modal domestik menuju pasar modal internasional, (5) Mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan operasional yang berguna untuk menjalankan bisnis serta mempermudah dalam pengelolaan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, dan pihak lain.
Pricewaterhouse Coopers (2005) dalam publikasinya “Making A change To IFRS” mengatakan: “Financial reporting that is not easily understood by global users is unlikely to bring new business or capital to a company. This is why so many are either voluntarily changing to IFRS, or being required to by their governments. Communicating in one language to global stakeholders enhances confidence in the business and improves finance-raising capabilities. It also allows multinational groups to apply common accounting across their subsidiaries, which can improve internal communications, and the quality of management reporting and group decision-making. At the same time, IFRS can ease acquisitions and divestments through greater certainty and consistency of accounting interpretation. In increasingly competitive markets, IFRS allows companies to benchmark themselves against their peers worldwide, and allows investors and others to compare the company’s performance with competitors globally. Those companies that do not make themselves comparable (or can’t, because national laws stand in the way) will be at a disadvantage and their ability to attract capital and create value going forward will be undermined”

Dalam publikasi tersebut, Pricewaterhouse Coopers sebagai perusahaan jasa professional atau kantor akuntan terbesar di dunia saat ini, menyatakan bahwa laporan keuangan dituntut untuk dapat memberikan informasi yang lebih dapat dipahami oleh pemakai global, dengan demikian dapat menarik modal ke dalam perusahaan. Hal inilah yang mendorong atau menuntut perubahan peraturan akuntansi domestik ke arah IFRS. Dengan mengadopsi IFRS berarti laporan keuangan berbicara dengan bahasa akuntansi yang sama, hal ini akan memudahkan perusahaan multinasional dalam berkomunikasi dengan cabang-cabang perusahaannya yang berada dalam negara yang berbeda, meningkatkan kualitas pelaporan manajemen dan pengambilan keputusan. Dengan mengadopsi IFRS juga berarti meningkatkan kepastian dan konsistensi dalam interpretasi akuntansi, sehingga memudahkan proses akuisisi dan divestasi. Dengan mengadopsi IFRS kinerja perusahaan dapat diperbandingkan dengan pesaing lainnya secara global, apalagi dengan semakin meningkatnya persaingan global saat ini. Akan menjadi suatu kelemahan bagi suatu perusahaan jika tidak dapat diperbandingkan secara global, yang berarti kurang mampu dalam menarik modal dan menghasilkan keuntungan di masa depan. 

Perlunya Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru harmonisasi, dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar internasional tersebut. Adopsi standar akuntansi internasional tersebut terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan publik merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga secara internasional. Jika ada perusahaan dari luar negeri ingin menjual saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun laporan.
Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan) nomor 24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar ini berhubungan dengan imbalan kerja atau employee benefit.
Kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak melakukan harmonisasi, kerugian kita berkaitan dengan kegiatan pasar modal baik modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing di BEI akan kesulitan untuk menerjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standart nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk menerjemahkan atau membandingkan laporan keuangan sesuai standart di negara tersebut. Hal ini jelas akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal.

Sumber: Google.com, wikipedia,ikhwamuji.wordpress.com

Tugas 3 Akuntansi Internasioanal ( Sejarah SAK Indonesia)

Diposting oleh Unknown di 04.35 0 komentar
Sejarah Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia

Praktek akuntansi di Indonesia mulai dilakukan  sejak jaman penjajahan Belanda. Yakni sejak adanya undang-undang yang dibuat oleh Belanda mengenai tanam paksa dihapuskan tahun 1870. Sehingga pada saat itu, kaum pengusaha swasta Belanda banyak bermunculan di Indonesia untuk menanamkan modalnya. Akuntansi yang dipakai saat itu adalah sistem kontinental sehingga kebutuhan dunia usaha terhadap akuntansi mulai tumbuh. Akuntan – akuntan Belanda juga mendominasi akuntan di perusahaan – perusahaan yng juga di monopoli penjajahan hingga abad 19. Lalu, ketika pada masa pendudukan Jepang, tenaga akuntansi mengalami kekosongan. Namun, atas pakar Mr. Slamet  pendidikan akuntansi dapat diselenggarakan oleh Departemen Keuangan berupa kursus akuntansi di Jakarta, dan ini merupakan cikal bakal tenaga akuntan di Indonesia. Jumlah peserta kursus saat itu adalah 30 orang termasuk Prof.Sumardjo dan Prof.Hadibroto.
Kemudian, setelah Indonesia merdeka dan mendapat pengakuan dari Belanda, mulailah orang-orang Indonesia untuk dikirim ke Amerika Serikat untuk memperdalam ilmu akuntansi. Pada tahun 1952 dibuka Jurusan Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang kemudian diikuti oleh perguruan tinggi negeri lain. Mulai tahun 1952 itulah akuntansi sistem kontinental bergeser ke sistem anglo-saxon.
Bersama 4 akuntan lulusan pertama FEUI (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) dan 6 lulusan Belanda, Prof.Sumardjo merintis pendirian Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) tanggal 23 Desember 1957. Pada tahun yang sama pemerintah melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan – perusahaan milik Belanda. Hal ini menyebabkan akuntan – akuntan Belanda kembali ke negerinya sehingga akuntan  di Indonesia semakin berkembang. Perkembangan itu semakin pesat setelah Presiden meresmikan kegiatan pasar modal 10 Agustus 1977 yang membuat peranan akuntansi dan laporan keuangan menjadi penting. Bulan Januari 1977 Mentri Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 43/1977 Tentang Jasa Akuntan menggantikan Kepmenkeu 763/1968. Selain mewajibkan akuntan publik memiliki sertifikat akuntan publik, juga akuntan publik asing diperbolehkan praktik di Indonesia sepanjang memenuhi syarat.
IAI sendiri memiliki peranan yang sangat besar di Indonesia yaitu menyusun Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 1996 sebagai dasar penyusunan laporan keuangan perusahaan di Indonesia. Dan saat ini, IAI yang bertugas sebagai regulator dan pembuat standar akuntansi keuangan di Indonesia , telah menyelesaikan lebih dari 90 persen adaptasi International Financial Reporting Standard (IFRS) yang berlaku secara global diseluruh dunia. Sehingga, ilmu akuntansi yang dipelajari di Indonesia tentunya dipahami juga oleh negara di dunia.



Senin, 04 Mei 2015

Tugas 2 Softskil Akuntansi Internasional ( Branchiess Banking)

Diposting oleh Unknown di 22.41 0 komentar
BRANCHLESS BANKING: Menunggu Gerak Cepat OJK

Layanan perbankan tanpa kantor alias branchless banking merupakan mimpi lama yang telah ditiupkan sejak era Bank Indonesia dipimpin oleh Darmin Nasution. Ketika itu, fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan masih melekat sebagai tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia telah menggandeng 5 bank dan 3 perusahaan telekomunikasi untuk mengadakan uji coba pelaksanaan program branchless banking di sejumlah daerah pada Mei hingga November 2013. Pada tahap ujicoba, agen-agen perbankan yang terdiri atas agen individu maupun badan usaha menjalankan fungsi perbankan secara sederhana; menerima simpanan uang, melayani transfer, dan menjadi jembatan pembayaran berbagai tagihan seperti biaya listrik, air, jual beli pulsa.
Ketika fungsi pengawasan dan pengaturan industri perbankan kemudian beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 31 Desember 2013, konsep branchless banking pun pada akhirnya terbawa ke otoritas baru tersebut. Namun demikian, Bank Indonesia masih mempertahankan wewenangnya sebagai otoritas di bidang sistem pembayaran. Program branchless banking versi Bank Indonesia pun, pada akhirnya, fokus hanya pada sistem pembayaran. Agen-agen perbankan yang direkrut oleh bank, menurut aturan Bank Indonesia, dapat melayani registrasi uang elektronik, melayani jasa pembayaran berbagai macam tagihan rutin, dan menyalurkan bantuan pemerintah yang diberikan melalui uang elektronik.
Agen-agen perbankan yang direkrut tidak dapat membantu bank membuka rekening tabungan, menerima simpanan, maupun menyalurkan kredit. Padahal, fungsi-fungsi tersebut sebelumnya telah diujicobakan dalam pilot project program branchless banking. Baru kemudian pada 18 November 2014, ketika OJK menelurkan Peraturan OJK No.19/POJK.03/2014 tentang Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai), wajah lama branchless banking kembali muncul.
Aturan ini memuat persyaratan, tata cara, serta keterangan mengenai layanan yang dapat dilakukan oleh agen perbankan dalam melaksanakan program layanan keuangan tanpa kantor.
Beleid terbaru tersebut memberikan kewenangan kepada agen perbankan untuk berlaku sebagaimana laiknya perpanjangan tangan bank, yakni membuka tabungan, menerima simpanan nasabah, menyalurkan kredit, dan menjual produk jasa keuangan lainnya seperti asuransi mikro. Tentu saja, produk dan layanan tersebut merupakan versi yang paling sederhana dan terbatas. Ambil contoh misalnya, produk tabungan yang dilayani oleh agen merupakan produk tabungan sederhana (basic saving account) hanya diperuntukkan bagi nasabah yang belum memiliki tabungan dari bank manapun. Jumlah uang dalam rekening pun dibatasi maksimal Rp20 juta setiap orang. Transfer dan transaksi dibatasi paling banyak Rp5 juta juta setiap bulan secara kumulatif. Jika lebih dari batasan-batasan tersebut, nasabah tidak lagi dikategorikan sebagai nasabah mikro agen perbankan, melainkan telah naik kelas menjadi nasabah reguler bank.
Demikian pula, layanan kredit mikro yang dapat disalurkan oleh agen dibatasi hanya kepada debitur yang telah menjadi nasabah agen yang bersangkutan selama setidaknya 6 bulan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal Rp20 juta pernasabah. Jika nasabah ingin mendapatkan kredit dalam jumlah lebih besar dari itu, maka dia harus beralih ke bank, bukan lagi lewat agen. Peran agen bank dalam branchless banking, sekali lagi, adalah sebagai perpanjangan tangan bank. Agen menggarap segmen nasabah yang selama ini belum tersentuh oleh layanan perbankan dengan berbagai alasan.
Sebagai perpanjangan tangan bank, peran agen menjadi penting. Baik Bank Indonesia maupun OJK menetapkan kriteria cukup ketat bagi agen yang hendak direkrut oleh bank. Kedua otoritas tersebut sepakat bahwa agen harus memiliki rekam jejak yang baik, tercatat telah menjadi nasabah bank yang bersangkutan selama beberapa waktu, serta diwajibkan menyerahkan deposit kepada bank sebagai jaminan. Sepakat soal persyaratan agen bank, kedua otoritas ini justru berbeda pandangan terkait kriteria bank yang boleh menjalankan layananbranchless banking. Meskipun ruang lingkup yang diatur oleh keduanya berbeda—BI mengatur sistem pembayaran sedangkan OJK mengatur layanan perbankan—namun ada persamaan mendasar dalam dua aturan yang dirilis oleh BI dan OJK, yakni program layanan perbankan tanpa kantor serta keterlibatan agen perbankan dalam menjalankan program tersebut.
BI masih bersikeras bahwa bank yang berhak menjalankan program layanan bank tanpa kantor terkait sistem pembayaran harus merupakan bank bermodal besar, setidaknya Rp30 triliun, serta harus melewati proses pengujian. Sementara itu, OJK bersikap lebih terbuka, dengan mengizinkan bank dari kelompok modal manapun, bahkan termasuk bank bermodal kurang dari Rp1 triliun, untuk terlibat dalam program ini. Keterbukaan ini di satu sisi memberikan angin segar bagi para pelaku industri perbankan, namun di sisi lain menimbulkan kekhawatiran. Ekonom Universitas Atmajaya Agustinus Prasetyantoko meningatkan, OJK harus sangat berhati-hati dalam merumuskan aturan teknis layanan branchless banking, sebab tak semua bank mampu menjalankan program ini. “Harus jelas do dan don’t nya apa saja,” ujarnya.
Aturan ini memuat persyaratan, tata cara, serta keterangan mengenai layanan yang dapat dilakukan oleh agen perbankan dalam melaksanakan program layanan keuangan tanpa kantor.
POJK tersebut, misalnya, mengatur bahwa minimal sebanyak 70% dari kredit yang disalurkan oleh agen perbankan harus berupa kredit produktif. Belum dijelaskan apakah kredit produktif melalui agen perbankan tersebut dapat dikategorikan sebagai kredit produktif ke sektor mikro sebagaimana amanat Peraturan BI No14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Beleid tersebut mewajibkan bank menyalurkan kredit mikro sebesar 20% dari total kredit. Pemenuhan kewajiban ini berlaku secara bertahap, paling lambat pada akhir 2018. Selain itu, masih ada pula catatan terkait syarat bank yang dapat ikut serta dalam program branchless banking versi OJK. Aturan yang ada tidak membatasi tingkat permodalan bank, selama bank memiliki infrastruktur pendukung untuk menyediakan layanan transaksi elektronik bagi nasabah yang meliputi layanan sms banking ataumobile banking, serta internet banking atau host to host.
Aturan ini berbenturan dengan PBI No 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank, yang menyebutkan bank bermodal kurang dari Rp1 triliun alias masuk kategori BUKU 1, belum diperkenankan mengembangkan layananinternet banking. Dikonfirmasi mengenai hal ini, Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Gandjar Mustika menolak anggapan bahwa POJK Laku Pandai berbenturan dengan Peraturan Bank Indonesia. Menurutnya, aturan baru yang dirilis OJK sengaja dibuat lebih longgar untuk mengakomodasi perkembangan industri perbankan di masa mendatang. OJK, sebagai otoritas yang membawahkan tak hanya pengaturan dan pengawasan perbankan, juga harus menyelaraskan aturan branchless banking dengan aturan di bidang industri asuransi, multifinance, dan industri jasa keuangan lainnya. Jangan sampai ada tumpang tindih peraturan yang malah saling mengunci satu sama lain. Otoritas yang pada tahun ini berulang tahun ketiga itu harus bekerja keras untuk memastikan semuanya berjalan baik. Juga harus bekerja cepat, agar mimpi memperluas jangkauan layanan jasa keuangan ke masyarakat luas dapat segera terealisasi.

Nama          : Irma hidayati
Kelas                    : 4EB05

NPM           : 23211695

Kamis, 12 Maret 2015

Tugas 1 (Perkembangan Akuntansi di Indonesia)

Diposting oleh Unknown di 23.57 0 komentar


PERKEMBANGAN AKUNTANSI DI INDONESIA
Tugas 1 Softskil_NPM Ganjil (Akuntansi Internasional)
Akuntansi : Ilmu yang digunakan setiap hari dan setiap saat dalam kehidupan di alam semesta ini. Semua mengunakan ilmu akuntansi baik langsung maupun tidak langsung dan malaikat juga mengunakan ilmu akuntansi. Heran bukan malaikat juga mengunakan ilmu akuntansi ketika mencatat amal baik dan amal buruk manusia. Pada dasarnya akuntansi memiliki hanya dua item yaitu debet dan kredit. Debet adalah sesuatu yang diluar masuk ke dalam sedangkan kredit adalah Sesuatu yang didalam keluar/memindahkan keluar.
Akuntansi ada ketika manusia melakukan barter, oleh karena itu akuntansi merupakan suatu transaksi yang dilakukan oleh manusia yang berkaitan dengan kegiatan/barang masuk dan keluar. Pada zaman nenek moyang transaksi pertama kali yang dicatat dengan sederhana sesuai dengan kebutuhan dan kondisi saat itu yaitu dengan pencatatan pada kulit kayu, batu dan sebagainya. Catatan tertua yang berhasil ditemukan sampai saat ini masih tersimpan, yaitu berasal dari Babilonia pada 3600 sebelum masehi. Penemuan yang sama juga diperoleh di Mesir dan Yonani kuno. Pada saat itu pencatatan itu belum dilakukan secara sistematis dan sering tidak lengkap.
Pada tahun 1494 telah diterbitkan sebuah buku yang ditulis oleh seorang pemuka agama dan ahli matematika bernama Luca Paciolo dengan judul Summa de Arithmatica, Geometrica, Proportioni et Proportionalita yang berisi tentang palajaran ilmu pasti. Di Indonesia praktik akuntansi dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi ddi Indonesia dapat di temui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Socitey yang berkedudukan di Jakarta (soemarso 1995).
Perkembangan akuntansi di indonesia diiringi dengan perkembangan sosial politik serta ekonomi, sebagai berikut :


PERKEMBANGAN POLITIK DAN SOSIAL
PERKEMBANGAN EKONOMI


PERKEMBANGAN AKUNTANSI



ERA KOLONIAL BELANDA (1595-1945) :

 · Belanda menguasai Jawa dan kepulauan lain.

· Islam menjadi agama mayoritas.



Perusahaan Hindia Belanda (VOC) menguasai perdagangan di Indonesia. Keterlibatan dan aktifitas Pribumi di perdagangan dibatasi dengan ketat. Etnis China diberi hak khusus dibidang perdagangan dan transportasi air




Belanda mengenalkan akuntansi di Indonesia Regulasi akuntansi yang pertama dikeluarkan tahun 1642 oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda. Regulasi terebut mengatur administrasi Kas dan Piutang (Abdil Kadir 1982)

ERA SUKARNO (1945-1966) :

Indonesia memperoleh kemerdekaan. Kepemimpinan presiden Soekarni dekat dengan pemerintah Cina (RRC). Tahun 1965 terjadi usaha kudeta oleh komunis yang berhasil digagalkan dan mendorong peran militer.




Dominasi perdagangan oleh Belanda dan China mendorong munculnya ketidak adilan di masyarakat. Akhirnya, Indonesia memilih pendekatan sosialis dalam pembangunan yang ditandai dengan dominasi peran Negara. Tahun 1958, semua perusahaan milik Belanda dinasionalisasi dan warga Negara Belanda keluar dari Indonesia.


Akademi lulusan Amerika mengisi kekosongan posisi akuntan dan sistem akuntansi dan auditing Amerika dikenalkan di Indonesia. Baik akuntansi model Belanda maupun Amerika digunakan secara bersama. Ikatan Akuntansi Indonesia didirikan tahun 1957 untuk memberi pedoman dan untuk mengkoordinasi aktivitas akuntan.

ERA SUHARTO (1966-1998) :

Suharto menjadi Presiden tahun 1966 dengan pendekatan kebijakan ekonomi dan politik yang konservatif




Dibawah kepemimpinan Suharto, pembangunan ekonomi didasarkan pada pendekatan kapitalis. Investor asing didorong dan tahun 1967 dikeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing yang menghasilkan munculnya perusahaan asing Tahun 1997-1998 Krisis Keuangan Asia menimpa Indonesia dan banyak perusahaan yang bangkrut.


Terjadi transfer pengetahuan dan keahlian akuntansi secara langsung dari kantor pusat perusahaan asing kepada karyawan Indonesia dan secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas bisnis. Tahun 1973, IAI mengadopsi seperangkat prinsip akuntansi dan standar auditing serta professional code of conduct. Prinsip-prinsip akuntansi didasarkan pada pedoman akuntansi yang dipublikasikan AICPA tahun 1965. Standar akuntansi internasional diadopsi tahun 1995

ERA SETELAH SUHARTO (SETELAH 1998) :

Suharto dipaksa mengundurkan diri pada tahun 1998



Indonesia berjuang dari kesulitan ekonomi dan stabilitas sosial.


Regulasi diperketat untuk memperbaiki pengungkapan informasi.



Akuntansi memiliki bidang-bidang khusus seperti halnya bidang-bidang ilmu lainnya sebagai akibat dari perkembangan dunia bisnis. pertumbuhan ekonomi yang cepat telah mengharuskan akuntan untuk memperoleh keahlian yang tinggi dalam spesialisasi tertentu. Adapun bidang-bidang dari akuntansi yaitu;
1. Akuntansi keuangan (finansial accounting)
Akuntansi keuangan adalah bidang bidang akuntansi yang menyediakan laporan keuangan untuk pihak luar perusahaan.
2. Akuntansi biaya (cost accounting)
Akuntansi yang menyediakan berbagai informasi kepada manajemen mengenai pengumpulan biaya dan harga pokok produksi, perencanaan dan pengendalian biaya pada periode tertentu.
3. Akuntansi manajemen (management accounting)
Akuntansi manajemen diperlukan untuk memenuhi keperluan manajemen dalam melaksanakan perencanaan dan pengendaliaan perusahaan. Informasi akuntansi manajemen tidak didistribusikan untuk pihak luar perusahaan.
4. Sistem akuntansi
Sistem akuntansi adalah bidang akuntansi yang mempelajari rancang bangun (desain) prosedur-prosedur untuk pengumpulan, penciptaan, dan pelaporan data akuntansi yang paling sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
5. Akuntansi pemeriksaan (Auditing).
Akuntansi pemeriksaan adalah bidang akuntansi yang berhubungan dengan kegiatan pemeriksaan terhadap catatan hasil kegiatan Akuntansi Keuangan yang bersifat pengujian atas kelayakan Laporan Keuangan secara bebas (independen/ tidak berpihak) dan objektif.
6. Akuntansi Perpajakan
Bidang akuntansi yang mempelajari peraturan perpajakan dan pengaruh transaksi terhadap peraturan perpajakan dan memberikan pertimbangan atas perencanaan pajak (tax planing) serta memberikan alternatif meminimalkan pajak selama tidak bertentangan dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
7. Akuntansi Anggaran (Budgetary Accounting).
Bidang akuntansi yang berhubungan dengan penyusunan rencana keuangan untuk jangka waktu tertentu serta menganalisa dan mengontrolnya untuk masa yang akan datang.
8. Akuntansi Pemerintahan (Governmental Accounting).
Akuntansi pemerintahan adalah bidang akuntansi yang memberikan informasi kepada kepala pemerintahan atas unit-unit organisasi pemerintahan mengenai keuangan sehingga dapat dilakukan pengawasan terhadap keuangan negara.
Pada era sekarang akuntansi tidak sebatas bidang yang disebut di atas namun akuntansi keprilakuan, akuntansi lingkungan, akuntansi social, akuntansi lalulintas dan lain-lain, yang telah di kembangkan oleh para pakar akuntansi namun bidang akuntansi tersebut belum di gunakan sepenuhnya di kurikulum sekolah maupun perguruan tinggi.
Dari bidang akuntansi di atas bisa fokus pada bidang yang menurut anda cocok untuk dikuasai dalam menunjang kesuksesan di dunia . Untuk lebih memahami akuntansi di harapkan bisa menguasi dasar-dasar akuntansi. Bidang akuntansi apapun yang anda belajar jika dasar akuntansi belum memahami akan mengalami kesulitan yang sangat besar, dasarnya rapuh..ujung-ujungnya juga rapuh.
Ilmu akuntansi digunakan oleh kalangan maupun lembaga apa saja di dunia ini. akuntansi ilmu bergunakan bagi manusia dalam mencapai target yang telah di tentukan. Bayangkan apa yang terjadi jika lebih banyak biaya dari pada mamfaat yang kita gunkan. Untuk mengetahui hal tersebut perlu mengunkan ilmu akuntansi. Bagi anda yang menguasi ilmu akuntansi banyak peluang yang anda dapatkan apalagi dibarengi dengan kemampuan bahasa inggris dan teknologi. Era globalisasi, akuntansi telah dipandu dengan IT yang dihrapakan kepada siapa saja yang inggin mengeluti dunia akuntansi belajarlah menguasi IT. Hal tersebut sangat menunjang karir anda.

sumber :http://ekonomi.kompasiana.com

 Nama: Irma H.Ginting
NPM: 23211695
Kelas: 4eb05

 

Irmahg blog's Copyright 2011 My Sweet Blog kage Designed by Templates By Blogger Styles | Blogger Image by Tadpole's Notez