Sejarah,
perkembangan, dan pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Berikut adalah
perkembangan standar akuntansi Indonesia mulai dari awal sampai dengan saat ini
yang menuju konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008).
o
di Indonesia selama
dalam penjajahan Belanda, tidak ada standar Akuntansi yang dipakai. Indonesia
memakai standar (Sound Business Practices) gaya Belanda.
o
sampai Thn. 1955 :
Indonesia belum mempunyai undang – undang resmi / peraturan tentang standar
keuangan.
o
Tahun. 1974 :
Indonesia mengikuti standar Akuntansi Amerika yang dibuat oleh IAI yang disebut
dengan prinsip Akuntansi.
o
Tahun. 1984 :
Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan menjadi standar Akuntansi.
o
Akhir Tahun 1984 :
Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti standar yang bersumber dari IASC
(International Accounting Standart Committee)
o
Sejak Tahun. 1994 :
IAI sudah committed mengikuti IASC / IFRS.
o
Tahun 2008 :
diharapkan perbedaan PSAK dengan IFRS akan dapat diselesaikan.
o
Tahun. 2012 : Ikut
IFRS sepenuhnya?
Pengadopsian Standar Akuntansi
Internasional di Indonesia
Saat ini standar
akuntansi keuangan nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan
International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB
(International Accounting Standards Board. Oleh karena itu, arah penyusunan dan
pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada
standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut.
Untuk hal-hal yang
tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan
standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia,
terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin
berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi
transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena
transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha
umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat
diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat
dijadikan landasan konseptual.
Revisi terbaru PSAK yang mengacu pada IFRS
Sejak Desember 2006
sampai dengan pertengahan tahun 2007 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah merevisi dan mengesahkan lima
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Revisi tersebut dilakukan dalam
rangka konvergensi dengan International Accounting Standards (IAS) dan
International financial reporting standards (IFRS). 5 butir PSAK yang telah
direvisi tersebut antara lain: PSAK No. 13, No. 16, No. 30 (ketiganya revisi
tahun 2007, yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2008), PSAK No. 50 dan No. 55
(keduanya revisi tahun 2006 yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009).
1.
PSAK No. 13 (revisi
2007) tentang Properti Investasi yang menggantikan PSAK No. 13 tentang
Akuntansi untuk Investasi (disahkan 1994),
2.
PSAK No. 16 (revisi
2007) tentang Aset Tetap yang menggantikan PSAK 16 (1994) : Aktiva Tetap dan
Aktiva Lain-lain dan PSAK 17 (1994) Akuntansi Penyusutan,
3.
PSAK No. 30 (revisi
2007) tentang Sewa menggantikan PSAK 30 (1994) tentang Sewa Guna Usaha.
4.
PSAK No. 50 (revisi
2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan
Akuntansi Investasi Efek Tertentu
5.
PSAK No. 55 (revisi
2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan
Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.
Kelima PSAK
tersebut dalam revisi terakhirnya sebagian besar sudah mengacu ke IAS/IFRS,
walaupun terdapat sedikit perbedaan terkait dengan belum diadopsinya PSAK lain
yang terkait dengan kelima PSAK tersebut. Dengan adanya penyempurnaan dan
pengembangan PSAK secara berkelanjutan dari tahun ke tahun, saat ini terdapat
tiga PSAK yang pengaturannya sudah disatukan dengan PSAK terkait yang terbaru
sehingga nomor PSAK tersebut tidak berlaku lagi, yaitu :
1.
PSAK No. 9 (Revisi
1994) tentang Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pengaturannya
disatukan dalam PSAK No. 1 (Revisi 1998) tentang Penyajian Laporan Keuangan;
2.
PSAK No. 17 (Revisi
1994) tentang Akuntansi Penyusutan pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16
(Revisi 2007) tentang Aset Tetap;
3.
PSAK No. 20 tentang
Biaya Riset dan Pengembangan (1994) pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 19
(Revisi 2000) tentang Aset Tidak Berwujud.
PSAK yang sedang dalam proses revisi
Ikatan Akuntan
Indonesia merencanakan untuk konvergensi dengan IFRS mulai tahun 2012, untuk
itu Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sedang dalam proses merevisi 3 PSAK
berikut (Sumber: Deloitte News Letter, 2007):
ü PSAK 22 :
Accounting for Business Combination, which is revised by reference to IFRS 3 :
Business Combination;
ü PSAK 58 :
Discontinued Operations, which is revised by reference to IFRS 5 : Non-current
Assets Held for Sale and Discontinued Operations;
ü PSAK 48 :
Impairment of Assets, which is revised by reference to IAS 36 : Impairment of
Assets
Berikut adalah
program pengembangan standar akuntansi nasional oleh DSAK dalam rangka
konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008):
o
Pada akhir 2010
diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK;
o
Tahun 2011
merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi
PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS;
o
Tahun 2012
merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan
oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik. Namun IFRS tidak
wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan lokal yang tidak memiliki
akuntabilitas publik. Pengembangan PSAK untuk UKM dan kebutuhan spesifik
nasional didahulukan.
Efek penerapan International Accounting Standard (IAS) terhadap Laporan
Keuangan
Beberapa penelitian
di luar negeri telah dilakukan untuk menganalisa dan membuktikan efek penerapan
IAS (IFRS) dalam laporan keuangan perusahaan domestik. Penelitian itu antara
lain dilakukan oleh Barth, Landsman, Lang (2005), yang melakukan pengujian
untuk membuktikan pengaruh Standar Akuntansi Internasional (SAI) terhadap
kualitas akuntansi. Penelitian lain dilakukan oleh Marjan Petreski (2005),
menguji efek adopsi SAI terhadap manajemen perusahaan dan laporan keuangan.
Hung &
Subramanyan (2004) menguji efek adopsi SAI terhadap laporan keuangan perusahaan
di Jerman. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa total aktiva, total
kewajiban dan nilai buku ekuitas, lebih tinggi yang menerapkan IAS dibanding
standar akuntansi Jerman, dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada
pendapatan dan laba bersih yang didasarkan atas Standar Akuntansi Internasional
dan Standar Akuntansi Jerman. Adopsi SAI juga berdampak pada rasio keuangan,
antaralain rasio ROE, RAO, ATO, rasio LEV dan PM, rasio nilai buku terhadap
nilai pasar ekuitas, rasio Earning to Price.
Pricewaterhouse Coopers
(2005) menyatakan bahwa perubahan standar akuntansi tersebut akan berdampak
pada berbagai area antara lain: Product viability, Capital Instruments,
Derivatives dan hedging, Employee benefits, fair valuations, capital
allocation, leasing, segment reporting, revenue recognition, impairment
reviews, deferred taxation, cash flows, disclosures, borrowing arrangements and
banking covenants.
Peranan dan keuntungan harmonisasi atau adopsi IFRS sebagai standar
akuntansi domestik
Keuntungan
harmonisasi menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002) adalah: (1) Informasi
keuangan yang dapat diperbandingkan, (2) Harmonisasi dapat menghemat waktu dan
uang, (3) Mempermudah transfer informasi kepada karyawan serta mempermudah
dalam melakukan training pada karyawan, (4) Meningkatkan perkembangan pasar
modal domestik menuju pasar modal internasional, (5) Mempermudah dalam
melakukan analisis kompetitif dan operasional yang berguna untuk menjalankan
bisnis serta mempermudah dalam pengelolaan hubungan baik dengan pelanggan, supplier,
dan pihak lain.
Pricewaterhouse
Coopers (2005) dalam publikasinya “Making A change To IFRS” mengatakan:
“Financial reporting that is not easily understood by global users is unlikely
to bring new business or capital to a company. This is why so many are either
voluntarily changing to IFRS, or being required to by their governments.
Communicating in one language to global stakeholders enhances confidence in the
business and improves finance-raising capabilities. It also allows
multinational groups to apply common accounting across their subsidiaries,
which can improve internal communications, and the quality of management
reporting and group decision-making. At the same time, IFRS can ease
acquisitions and divestments through greater certainty and consistency of
accounting interpretation. In increasingly competitive markets, IFRS allows
companies to benchmark themselves against their peers worldwide, and allows
investors and others to compare the company’s performance with competitors
globally. Those companies that do not make themselves comparable (or can’t,
because national laws stand in the way) will be at a disadvantage and their
ability to attract capital and create value going forward will be undermined”
Dalam publikasi
tersebut, Pricewaterhouse Coopers sebagai perusahaan jasa professional atau
kantor akuntan terbesar di dunia saat ini, menyatakan bahwa laporan keuangan
dituntut untuk dapat memberikan informasi yang lebih dapat dipahami oleh
pemakai global, dengan demikian dapat menarik modal ke dalam perusahaan. Hal
inilah yang mendorong atau menuntut perubahan peraturan akuntansi domestik ke
arah IFRS. Dengan mengadopsi IFRS berarti laporan keuangan berbicara dengan
bahasa akuntansi yang sama, hal ini akan memudahkan perusahaan multinasional dalam
berkomunikasi dengan cabang-cabang perusahaannya yang berada dalam negara yang
berbeda, meningkatkan kualitas pelaporan manajemen dan pengambilan keputusan.
Dengan mengadopsi IFRS juga berarti meningkatkan kepastian dan konsistensi
dalam interpretasi akuntansi, sehingga memudahkan proses akuisisi dan
divestasi. Dengan mengadopsi IFRS kinerja perusahaan dapat diperbandingkan
dengan pesaing lainnya secara global, apalagi dengan semakin meningkatnya
persaingan global saat ini. Akan menjadi suatu kelemahan bagi suatu perusahaan
jika tidak dapat diperbandingkan secara global, yang berarti kurang mampu dalam
menarik modal dan menghasilkan keuntungan di masa depan.
Perlunya Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Indonesia perlu
mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing
yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk
mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan
pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun
sifatnya baru harmonisasi, dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas
standar internasional tersebut. Adopsi standar akuntansi internasional tersebut
terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan publik
merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga
secara internasional. Jika ada perusahaan dari luar negeri ingin menjual saham
di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar
akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun laporan.
Ada beberapa
pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi.
Harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai
dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan)
nomor 24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar ini berhubungan
dengan imbalan kerja atau employee benefit.
Kerugian apa yang
akan kita hadapi bila kita tidak melakukan harmonisasi, kerugian kita berkaitan
dengan kegiatan pasar modal baik modal yang masuk ke Indonesia, maupun
perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Negara lain. Perusahaan
asing yang ingin listing di BEI akan kesulitan untuk menerjemahkan laporan
keuangannya dulu sesuai standart nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia
yang akan listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk menerjemahkan atau
membandingkan laporan keuangan sesuai standart di negara tersebut. Hal ini
jelas akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan
tidak mengglobal.